Rabu, 21 Maret 2012

MODEL/STRATEGI PEMBELAJARAN KOGNITIF


A. Pengertian Model Pembelajaran Kognitif
Model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahaman tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalampikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya.
B.       Prinsip-prinsip belajar teori kognitif :
Adapun prinsip-prinsip dari belajar kognitif yaitu:
1.        Gambaran perseptual sesuai dengan masalah yang dipertunjukkan kepada siswa adalah kondisi belajar yang penting. Suatu masalah belajar yang terstruktur dan disajikan upaya gambaran-gambaran yang esensial adalah terbuka terhadap inspeksi siswa.
2.        Organisasi pengetahuan harus merupakan sesuatu mendasar bagi guru atau perencana pendidikan. Susunannya dari yang sederhana ke yang kompleks, dalam arti dari keseluruhan yang sederhana ke keseluruhan yang lebih kompleks. Masalah bagian keseluruhan adalah masalah organisasi dan tidak bertalian dengan teori pola kompleksitas. Sesuai dengan pandangan mengenai pertumbuhan kognitif, maka organisasi pengetahuan tergantung pada tingkat perkembangan siswa.
3.        Belajar dengan pemahaman adalah lebih permanen dan lebih memungkinkan untuk ditransferkan, dibandingkan dengan rte learning atau belajar dengan formula. Berbda dengan teori stimulus respon, teori yang menitikberatkan pada pentingnya kebermaknaan dalam belajar dan mengingat
4.        Umpan balik kognitif mempertunjukkan pengetahuan yang benar dan tepat dan mengoreksi kesalahan belajar. Siswa menerima atau menolak sesuatu berdasarkan konskuensi dari apa yang telah diperbuatnya. Dalam hal ini kognitif setara dengan penguatan pada S-R theory, tetapi teori kognitif cenderung menempatkan titik beratnya pada pengujian hipotesis melalui umpan balik.
5.        Penetapan tujuan penting sebagai motivasi belajar. Keberhasilan dan kegagalan menjadi hal yang menentukan cara menetapkan tujuan untuk waktu yang akan datang.
6.        Berfikir defergen menuju ke ditemukannya pemecahan masalah atau terciptanya produk yang bernilai dan menyenangkan. Berbeda dengan berfikir konvergen yang menuju ke mendapatkan jawaban-jawaban yang benar secara logika. Berfikir dengan menuntut dukungan (umpan balik) bagi upaya tentatif seseorang yang orisinil agar supaya dia dapat mengamati dirinya sebagai kreatif potensial.
C.      Konsep Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Belajar tuntas (Mastery learning) adalah proses belajar mengajar yang bertujuan agar bahan ajaran dikuasai secara tuntas, artinya dikuasai sepenuhnya oleh siswa. Belajar tuntas ini merupakan strategi pembelajaran yang di individualisasikan dengan menggunakan pendekatan kelompok (group based approach)
Dengan system belajar tuntas diharapkan program belajar mengajar dapat dilaksanakan sedemikian rupa agar tujuan instruksional yang hendak dicapai dapat diperoleh secara optimal sehingga proses belajar mengajar lebih efektif dan efisien. Secara operasional perwujudannya adalah: Nilai rata-rata seluruh siswa dalam satuan kelas dapat ditingkatkan dan jarak antara siswa yang cepat dan lambat belajar menjadi semakin pendek.
1.        Dasar-dasar Belajar Tuntas
Landasan konsep dan teori belajar tuntas ( Mastery Learning Theory ) adalah pandangan tentang kemampuan siswa yang dikemukakan oleh John B. Carroll pada tahun 1963 berdasarkan penemuannya yaitu “Model of School Learning” yang kemudian dirubah oleh Benyamin S. Bloom menjadi model belajar yang lebih operasional. Selanjutnya oleh James H. Block model tersebut lebih disempurnakan lagi.
Sedangkan menurut Carroll bakat atau pembawaan bukanlah kecerdasan alamiah, melainkan jumlah waktu yang diperlukan oleh siswa untuk menguasai suatu materi pelajaran tertentu. Benyamin melaksanakan konsep belajar tuntas itu ke dalam kelas melalui proses belajar mengajar pelaksanaaannya sebagai berikut :
a.         Bagi satuan pelajaran disediakan waktu belajar yang tetap dan pasti.
b.        Tingkat penguasaan materi dirumuskan sebagai tingkat penguasaan tujuan pendidikan yang essensial.
Untuk lebih menggalakkan konsep belajar tuntas James H. Block mencoba mengurangi waktu yang diperlukan untuk mempelajari suatu materi pelajaran di dalam waktu yang tersedia, yaitu dengan cara meningkatkan semaksimal mungkin kualitas pengajaran.
Jadi pelaksanaan oleh James H Block mengandung arti bahwa :
a.         Waktu yang sebenarnya digunakan diusakan diperpanjang semaksimal mungkin.
b.        Waktu ytang tersedia diperpendek sampai semaksimal mungkin dengan cara memberikan pelayanan yang optimaldan tepat.
2.        Strategi Belajar Tuntas
Benyamin S. Bloom (1968) di dalam kertas kerjanya “learning for mastery theory and practice” mengembangkan atau mengoperasionalkan “model of school learning” konsep John B Carroll (1963). Pengembangan itu berupa penyusunan suatu strategi belajar tuntas dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.
Pada pokoknya satrategis itu ialah “jika kepada siswa diberikan waktu yang cukup (sufficient) dan mereka diperlakukan secara tepat (appropriate treatment), maka mereka akan mampu dan dapat belajar sesuai dengan tuntutan dan sasaran (obyektives) yang diharapkan”.
Selanjutnya menurut Bloom beberapa implikasi belajar tuntas dapat disebutkan sebagai berikut :
a.         Dengan kondisi optimal, sebagian besar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara tuntas (mastery learning).
b.        Tugas guru adalah mengusahakan setiap kemungkinan untuk menciptakan kondisi yang optimal, meliputi waktu, metode, media dan umpan yang baik bagi siswa. 
c.         Yang dihadapi guru adalah siswa-siswa yang mempunyai keanekaragaman individual. Karena itu kondisi optimal mereka juga beraneka ragam.
d.        Perumusan tujuan instruksional khusus sebagai satuan pelajaran mutlak diperhatikan, agar supaya para siswa mengerti hakikat tujuan dan prosa dan belajar.
e.         Bahan pelajaran dijabarkan dalam satuan-satuan pelajaran yang kecil-krcil dan selalu diadakan pengujian awal (pretest) pada permulaan pelajaran dan penyajian akhir (posttest) pada akhir satuan akhir pelajaran.
f.         Diusahakan membentuk kelompok-kelompok yang kecil (4-6 orang) yang dapat berteman secara teratur sehingga dapat saling membantu
g.        dalam memecahkan kesulitan-kesulitan belajar siswa secara efektif dan efisien.
h.        Sistem evaluasi berdasarkan atas tingkat penguasaan tujuan instruksional khusus bagi materi pelajaran yang bersangkutan yaitu menggunakan “criteria referenced test” bukannya “norm referenced test”.
3.        Ciri-ciri belajar/mengajar dengan prinsip Belajar Tuntas
Pada dasarnya ada enam macam ciri pokok pada belajar/mengajar dengan prinsip belajar tuntas, yaitu :
a.         Berdasarkan atas tujuan instruksional yang hendak dicapai yang sudah ditentukan lebih dahulu
b.        Memperhatikan perbedaan individu siswa (asal perbedaan) terutama dalam kemampuan dan kecepatan belajarnya
c.         Menggunakan prinsip belajar siswa aktif
d.        Menggunakan satuan pelajaran yang kecil
e.         Menggunakan system evaluasi yang kontinyu dan berdasarkan atas kriteria, agar guru maupun siswa dapat segera memperoleh balikan
f.         Menggunakan program pengayaan dan program perbaikan.
4.        Variabel-variabel Belajar Tuntas
a.         Bakat siswa (aptitude) : Hasil penelitian menunjukan bahwa ada korelasi yang cukup tinggi antara bakat dengan hasil pelajaran
b.        Ketekunan belajar (perseverance) : Ketekunan erat kaitannya dengan dorongan yang timbul dalam diri siswa untuk belajar dan mengolah informasi secara efektif dan efisien serta pengembangan minat dan sikap yang diwujudkan dalam setiap langkah instruksional.
c.         Kualitas pembelajaran (quality of instruction) : Kualitas pembelajaran merupakan keadaan yang mendorong siswa untuk aktif belkajar belajar dan mempertahankan kondisinya agar tetap dalam keadaan siap menerima pelajaran.Kualitas pembelajaran ditentukan oleh kualitas penyajian, penjelasan, dan pengaturan unsure-unsur tugas belajar
d.        Kesempatan waktu yang tersedia (time allowed for learning) : Penyediaan waktu yang cukup untuk belajar dalam rangka mencapai tujuan instruksional yang ditetapkan dalam suatu mata pelajaran, bidang studi atu pokok bahasan yang berbeda-beda sesuai dengan bobot bahan pelajaran dan tujuan yang ditetapkan.

D.      Model Pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle)

Model pembelajaran siklus belajar adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses pembelajaran yang berpusat pada siswa. Model pembelajaran siklus belajar merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Teori belajar yang mendukung pembelajaran dengan model siklus belajar adalah teori belajar konstruktivisme.
Teori konstruktivisme ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi komplek, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai bagi siswa. Hal ini agar siswa benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.
Siklus belajar pada mulanya terdiri dari tiga fase yaitu exploration (menjelajahi), concept introduction (pengenalan konsep), dan concept application  (mengaplikasi konsep). Model ini kemudian dikembangkan dan dirinci lagi menjadi lima fase yang dikenal dengan sebutan model 5E yaitu engage (invitasi), exploration (menjelajahi/menyelidiki), explanation (penjelasan), elaboration (pengembangan), dan evaluation (evaluasi). Setiap fase memiliki fungsi khusus yang dimaksudkan untuk menyumbang proses belajar dikaitkan dengan asumsi tentang aktivitas mental dan fisik siswa serta strategi yang digunakan guru.
Dewasa ini perkembangan siklus belajar model 5E menjadi “model 7E” yang menekankan transfer pembelajaran dari pengetahuan awal. Kadang-kadang model pembelajaran harus dapat diubah untuk mempertahankan nilai setelah informasi baru, wawasan baru dan pengetahuan baru yang disusun. Dari siklus belajar model 5E, fase engage berkembang menjadi dua yaitu angage dan elicit, demikian juga pada fase elaborate dan evaluate berkembang menjadi tiga yaitu elaborate, evaluate dan extend. Sehingga pada model 7E ini didapatkan elicit, engage, explore, explain, elaborate, evaluate dan extend. Perubahan ini tidak untuk mempersulit tetapi untuk memastikan bahwa guru tidak mengabaikan fase penting dalam pembelajaran.
Fase-fase siklus belajar 7E adalah sebagai berikut:
1.    Fase elicit dimaksudkan untuk mengidentifikasi pengetahuan awal siswa, memastikan apakah siswa sudah mengetahui pelajaran yang akan dipelajari. Perluasan model 5E ini engage menjadi engage dan elicit bukanlah untuk mengubah fase engage menjadi elicit melainkan fase elicit bertujuan untuk melanjutkan, merangsang dan membuat siswa tertarik pada pelajaran yang akan dipelajari.
2.    Fase engage dimaksudkan untuk menarik perhatian atau membangkitkan minat siswa dengan mengajukan pertanyaan, bercerita, memberikan demonstrasi, atau dengan menunjukkan suatu objek, gambar atau video.
3.    Fase explore (menjelajahi) pada siklus belajar memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengobervasi, mengisolasi variable, merencanakan penyelidikan, menginterpretasikan hasil dan mengembangkan hipotesa dan mengorganisir kesimpulan. Guru dapat mengarahkan dan memberikan umpan balik dan menilai pemahaman yang mereka temukan benar, separuh benar atau salah.
4.    Fase explain, siswa memberikan penjelasan tentang konsep, memperkenalkan konsep-konsep, istilah dan meringkas hasil yang diperoleh pada fase explorasi.
5.    Pada fase elaborate, siswa diberikan kesempatan untuk mernerapkan pengetahuan yang baru mereka temukan. Fase ini dapat membangkitkan pertanyaan baru untuk mengetahui penyelidikan selanjutnya.
6.    Selanjutnya fase evaluate, merupakan siklus lanjutan untuk mengevaluasi pengetahuan siswa. Dengan menggunakan penilaian formatif untuk melihat perkembangan siswa, perkembangan yang diinginkan dalam pemahaman siswa tentang konsep-konsep, prinsip dan kemampuan menerapkan konsep tersebut.
7.    Fase terakhir yaitu fase extend adalah fase dimana siswa didorong untuk menghubungkan konsep yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari.

E.       Teori Algo-Heuristic

Teori Algo-heuristic merupakan salah satu bagian dari teori belajar Sibernetik. Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar daripada hasil belajar, namun dalam teori sibernetik, yang lebih penting adalah sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa. Informasi inilah yang akan menentukan proses. Bagaimana proses belajar akan berlangsung, sangat ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari.
Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi. Sebuah informasi akan dipelajari seorang siswa dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari siswa lain melalui proses belajar yang berbeda.
Salah satu penganut aliran sibernetik adalah Landa. Ia membedakan ada dua macam proses berpikir, yaitu proses berpikir algoritmik dan proses berpikir heuristic. Proses berpikir algoritmik yaitu proses berpikir yang sistematis, tahap demi tahap, linier, konvergen, lurus menuju satu target tujuan tertentu. Contoh proses algoritmis adalah: kegiatan menelpon, menjalankan mesin mobil, dll. Sedangkan cara berpikir heuristic adalah cara berpikir divergen, menuju ke beberapa target tujuan sekaligus. Memahami suatu konsep yang mengandung arti ganda dan penafsiran biasanya menuntut seseorang untuk menggunakan cara berpikir heuristic. Contoh proses berpikir heuristic adalah: operasi pemilihan atribut geometri, penemuan cara-cara pemecahan masalah, dll.
Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran yang hendak dipelajari atau masalah yang hendak dipecahkan (dalam istilah teori sibernetik adalah sistem informasi yang hendak dipelajari) diketahui ciri-cirinya. Materi pelajaran tertentu akan lebih tepat disajikan dalam urutan yang teratur, linier, sekuensial, sedangkan materi pelajaran lainnya akan lebih tepat bila disajikan dalam bentuk “terbuka” dan memberi kebebasan kepada siswa untuk berimajinasi dan berpikir. Misalnya, agar siswa mampu memahami suatu rumus matematika, akan lebih efektif jika presentasi informasi tentang rumus tersebut disajikan secara algoritmik. Alasannya, karena suatu rumus matematika biasanya mengikuti urutan tahap demi tahap yang sudah teratur dan mengarah ke satu target tertentu. Namun untuk memahami makna suatu konsep yang lebih luas dan banyak mengandung interpretasi, misalnya konsep keadilan atau demokrasi, akan lebih baik jika proses berpikir siswa dibimbing ke arah “menyebar” atau berpikir heuristic, dengan harapan pemahaman mereka terhadap konsep itu tidak tunggal, monoton, dogmatik atau linier
F.       Ranah Penilaian Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif.  Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:
1.        Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan adalah merupakan proses berfikir yang paling rendah.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif pada jenjang pengetahuan adalah dapat menghafal surat al-‘Ashar, menerjemahkan dan menuliskannya secara baik dan benar, sebagai salah satu materi pelajaran kedisiplinan yang diberikan oleh guru Pendidikan Agama Islam di sekolah.
2.        Pemahaman (comprehension)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi.  Seseorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan. Salah satu contoh hasil belajar ranah kognitif pada jenjang pemahaman ini misalnya: Peserta didik atas pertanyaan Guru Pendidikan Agama Islam dapat menguraikan tentang makna kedisiplinan yang terkandung dalam surat al-‘Ashar secara lancar dan jelas.
3.        Penerapan (application)
Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang penerapan misalnya: Peserta didik mampu memikirkan tentang penerapan konsep kedisiplinan yang diajarkan Islam dalam kehidupan sehari-hari baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
4.        Analisis (analysis)
Adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi. Contoh: Peserta didik dapat merenung dan memikirkan dengan baik tentang wujud nyata dari kedisiplinan seorang siswa dirumah, disekolah, dan dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat, sebagai bagian dari ajaran Islam.
5.        Sintesis (syntesis)
Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sisntesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau bebrbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang analisis. Salah satu jasil belajar kognitif dari jenjang sintesis ini adalah: peserta didik dapat menulis karangan tentang pentingnya kedisiplinan sebagiamana telah diajarkan oleh islam.
6.        Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi Bloom. Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang evaluasi adalah: peserta didik mampu menimbang-nimbang tentang manfaat yang dapat dipetik oleh seseorang yang berlaku disiplin dan dapat menunjukkan mudharat atau akibat-akibat negatif yang akan menimpa seseorang yang bersifat malas atau tidak disiplin, sehingga pada akhirnya sampai pada kesimpulan penilaian, bahwa kwdisiplinan merupakan perintah Allah SWT yang waji dilaksanakan dalam sehari-hari.
Berikut merupakan keterkaitan antara kegiatan pembelajaran dengan domain tingkatan aspek kognitif:
No
Tingakatan
Deskripsi
1.
Pengetahuan
Arti: Pengetahuan terhadap fakta, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, teori, prosedur,dll.
Contoh kegiatan belajar:
·         Mengemukakan arti
·         Menentukan lokasi
·         Mendriskripsikan sesuatu
·         Menceritakan apa yang terjadi
·         Menguraikan apa yang terjadi
2.
Pemahaman
Arti:pengertian terhadap hubungan antar-faktor, antar konsep, dan antar data hubungan sebab akibat penarikan kesimpulan
Contoh kegiatan belajar:
·           Mengungkapakan gagasan dan pendapat dengan kata-kata sendiri
·           Membedakan atau membandingkan
·           Mengintepretasi data
·           Mendriskripsikan dengan kata-kata sendiri
·           Menjelaskan gagasan pokok
·           Menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri
3.
Aplikasi
Arti: Menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah atau menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari
Contoh kegiatan:
·          Menghitung kebutuhan
·          Melakukan percobaan
·          Membuat peta
·          Membuat model
·          Merancang strategi

4.
Analisis
Artinya: menentukan bagian-bagian dari suatu masalah, penyelesaian, atau gagasan dan menunjukkan hubungan antar bagian tersebut
Contoh kegiatan belajar:
·        Mengidentifikasi faktor penyebab
·        Merumuskan masalah
·        Mengajukan pertanyaan untuk mencari informasi
·        Membuat grafik
·        Mengkaji ulang
5.
Sintesis
Artinya: menggabungkan berbagai informasi menjadi satu kesimpulan/konsepatau meramu/merangkai berbagai gagasan menjadi suatu hal yang baru
Contoh kegiatan belajar:
·         Membuat desain
·         Menemukan solusi masalah
·         Menciptakan produksi baru,dst.
6.
Evaluasi
Arti: mempertimbangkan dan menilai benar-salah, baik-buruk, bermanfaat-tidak bermanfaat
Contoh kegiatan belajar:
·         Mempertahankan pendapat
·         Membahas suatu kasus
·         Memilih solusi yang lebih baik
·         Menulis laporan,dst.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar