A. LATAR BELAKANG
Ada berbagai
rumusan yang dikemukakan orang dalam upaya menjawab pertanyaan dengan melihat
pendidikan dari salah satu aspek kehidupan tertentu atau kacamata disiplin
keilmuan tertentu. Misalnya pandangan sosiologik melihat pendidikan dari aspek
sosial antara lain mengartikan bahwa “Pendidikan adalah sebagai usaha
mentransformasikan pengetahuan dari generasi ke generasi” (Ishak, 2005:27).
Pandangan lain di lihat dari aspek budaya menyebutkan bahwa pedidikan itu
adalah sebagai usaha pemindahan pengetahuan dan nilai – nilai kepada generasi
berikutnya. Sedangkan pandangan Psikologik melihat pendidikan dari aspek
tingkah laku individu, antara lain mengartikan pendidikan sebagai perkembangan
kapasitas individu secara optimal. Pandangan dari sudut ekonomi antara lain
melihat bahwa pendidikan itu adalah sebagai usaha penanaman modal insan (Human
Investmen), dan yang terakhir dilihat dari sudut pandang politik antara
lain melihatnya sebagai pembinaan usaha kader bangsa.
Dari uraian
diatas kita dapat menarik benang merahnya bahwa pendidikan itu adalah suatu
kebutuhan yang akan menjamin kelangsungan hidup bagi setiap manusia. Hal ini
telah terbukti dengan adanya proses dari pendidikan itu sendiri dimana pada
masa sekarang ini, seseorang yang berpendidikan akan memegang peranan penting
dalam setiap aspek kehidupan dalam masyarakat.
Nah, untuk
mendukung hal tersebut tentunya diperlukan metode-metode ataupun cara-cara yang
akan membuat peserta didik mampu menyerap dan memahami materi apa yang akan
kita sampaikan yang nantinya kapasitas kita tentu saja akan menjadi seorang
pendidik. Selain dengan metode atau cara-cara yang efektif kita juga harus
mampu memahami peserta didik secara personal maupun secara kelompok.
Dalam makalah
yang akan kami paparkan kali ini yaitu menganai Prinsip Belajar dan
Pembelajaran yang nantinya akan membantu seorang pendidik untuk lebih memahami
dan lebih mengenal peserta didiknya.
B.
RUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan
apa yang kita sampaikan sebelumnya bahwa makalah ini akan membahas tentang
Prinsip Belajar dan Pembelajaran, maka yang akan menjadi rumusan masalahnya
kali ini yaitu :
1.
Apa Pengertian
Belajar dan Pembelajaran ?
2. Apa saja macam-macam Ranah Belajar dalam
Pembelajaran
3.
Apa saja yang
menjadi Prinsip Belajar dan Pembelajaran yang akan memotivasi siswa dalam
Proses Belajar di Kelas ?
C. TUJUAN
Adapun tujuan
yang ingin di capai dalam makalah ini adalah agar para pendidik mampu dan
mengerti akan tugasnya sebagai seorang pendidik yang baik dalam menyampaikan
materi-materi ataupun bahan-bahan yang akan di transformasikan kepada siswanya
dengan memperhatikan beberapa prinsip yang akan membantu dalam proses belajar
mengajar dan bagaimana cara menciptakan suasana kelas yang sesungguhnya dan yang
di inginkan oleh siswa agar dalam prosesnya dapat berjalan dengan lancar dan
sesuai dengan target yang akan dicapai.
A. PENGERTIAN
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Belajar
Merupakan Tindakan dan Perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan, maka
belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadi atau
tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi karena siswa memperoleh
sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa
adalah keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia atau hal-hal
yang akan dijadikan bahan belajar.
Belajar
adalah proses mencari, memahami, menganalisis suatu keadaan sehingga terjadi
perubahan perilaku, dan perubahan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai hasil
belajar jika disebabkan oleh karena pertumbuhan atau keadaan sementara.
(Syaifuddin Iskandar : 2008 : 1)
Sedangkan pembelajaran/
instruksional adalah usaha mengorganisasikan lingkungan belajar sehingga
memungkinkan siswa melakukan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan
pembelajaran dengan menggunakan berbagai media dan sumber belajar tertentu yang
akan mendukung pembelajaran itu nantinya.
B. MACAM-MACAM RANAH
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
1. Ranah Belajar Kognitif
Ranah kognitif
adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya
yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif.
Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya
kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan
kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau
jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang
paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:
- Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali
(recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus,
dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunkannya. Pengetahuan
atau ingatan adalah merupakan proses berfikir yang paling rendah.
Contoh kegiatan
belajar:
1. Mengemukakan
arti
2. Menentukan
lokasi
3.
Mendriskripsikan sesuatu
4. Menceritakan
apa yang terjadi
5. Menguraikan apa yang terjadi
- Pemahaman (comprehension)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami
sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami
adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai
segi. Seseorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat
memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu
dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan
berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.
Contoh kegiatan belajar:
1. Mengungkapakan
gagasan dan pendapat dengan kata-kata sendiri
2. Membedakan
atau membandingkan
3.
Mengintepretasi data
4.
Mendriskripsikan dengan kata-kata sendiri
5. Menjelaskan
gagasan pokok
6. Menceritakan
kembali dengan kata-kata sendiri
Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau
menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip,
rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret.
Penerapan ini adalah merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang
pemahaman.
Contoh
kegiatan:
1. Menghitung
kebutuhan
2. Melakukan
percobaan
3. Membuat peta
4. Membuat
model
5. Merancang
strategi
Adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan
suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu
memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan
faktor-faktor lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang
jenjang aplikasi.
Contoh kegiatan belajar:
1. Mengidentifikasi faktor penyebab
2. Merumuskan masalah
3. Mengajukan pertanyaan untuk mencari informasi
4. Membuat grafik
Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari
proses berfikir analisis. Sisntesis merupakan suatu proses yang memadukan
bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu
pola yang yang berstruktur atau berbentuk pola baru. Jenjang sintesis
kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang analisis.
Contoh kegiatan
belajar:
1. Membuat
desain
2. Menemukan
solusi masalah
3. Menciptakan produksi baru,dst.
- Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam
ranah kognitif dalam taksonomi Bloom. Penilian/evaluasi disini merupakan
kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai
atau ide, misalkan jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan
mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau
kriteria yang ada.
Contoh kegiatan
belajar:
1.
Mempertahankan pendapat
2. Membahas
suatu kasus
3. Memilih
solusi yang lebih baik
4. Menulis laporan,dst.
2. RANAH BELAJAR
AFEKTIF
Ranah
afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif
mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai.
Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya
bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri
hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah
laku. Seperti: perhatiannnya terhadap mata pelajaran pendidikan,
kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran disekolah, motivasinya yang
tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran yang di terimanya,
penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru dan sebagainya.
Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima
jenjang, yaitu: (1) receiving (2) responding (3) valuing
(4) organization (5) characterization by evalue or calue complex
1. Receiving atau attending (= menerima atua memperhatikan), adalah
kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang
kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk
dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan untuk menerima
stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang
dari luar. Receiving atau attenting juga sering di beri pengertian sebagai
kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini
peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang
di ajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri kedalam nilai itu
atau meng-identifikasikan diri dengan nilai itu.
Contah hasil belajar afektif jenjang receiving ,
misalnya: peserta didik bahwa disiplin wajib di tegakkan, sifat malas dan tidak
di siplin harus disingkirkan jauh-jauh, sering mendengarkan music, senang
membaca puisi, senang mengerjakan soal matematik, ingin menonton sesuatu,
senang menyanyikan lagu
2. Responding (= menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi
aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang
untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan
membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada
jenjang receiving.
Contoh hasil belajar ranah afektif
responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih
jauh, mengerjakan tugas, mengungkapkan perasaan, menanggapi pendapat, meminta
maaf atas kesalahan, mendamaikan orang yang bertengkar, menunjukkan empati,
menulis puisi, melakukan renungan, melakukan introspeksi.
3. Valuing
(menilai=menghargai). Menilai atau menghargai artinya memberikan
nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga
apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau
penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi
daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar,
peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi
mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik
atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk
mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah
menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai di camkan (internalized)
dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah stabil dalam peserta didik.
Contoh hasil belajar efektif jenjang valuing adalah
tumbuhnya kemampuan yang kuat pada diri peseta didik untuk berlaku disiplin,
baik disekolah, dirumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
4. Organization (=mengatur atau
mengorganisasikan), artinya memper-temukan perbedaan nilai sehingga
terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur
atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem
organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai lain.,
pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya.
Contoh nilai efektif jenjang organization adalah peserta
didik mendukung penegakan disiplin nasional, rajin, tepat waktu, berdisiplin
diri mandiri dalam bekerja secara independen, objektif dalam memecahkan
masalah, mempertahankan pola hidup sehat, mendiskusikan cara-cara menyelesaikan
konflik antar- teman.
5. Characterization by evalue or calue complex
(=karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan
semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola
kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menempati
tempat tertinggi dalam suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara
konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan
tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar
bijaksana. Ia telah memiliki phyloshopphy of life yang mapan. Jadi pada jenjang
ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah
lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga membentuk karakteristik
“pola hidup” tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan.
3. RANAH
BELAJAR PSIKOMOTOR
Ranah
psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau
kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.
Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya
lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah
psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar
psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak
individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari
hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang
baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Dave (1967) dalam penjelasannya mengatakan bahwa hasil
belajar psikomotor dapat dibedakan menjadi lima tahap, yaitu: imitasi,
manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi.
1.
Imitasi
adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan sederhana dan sama persis dengan yang dilihat
atau diperhatikan sebelumnya. Contohnya, seorang peserta didik dapat memukul
bola dengan tepat karena pernah melihat atau memperhatikan hal yang sama
sebelumnya.
2.
Manipulasi
adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah dilihat tetapi
berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja. Sebagai contoh, seorang peserta
didik dapat memukul bola dengan tepat hanya berdasarkan pada petunjuk guru atau
teori yang dibacanya.
3.
Kemampuan tingkat presisi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan yang akurat
sehingga mampu menghasilkan produk kerja yang tepat. Contoh, peserta didik
dapat mengarahkan bola yang dipukulnya sesuai dengan target yang diinginkan.
4.
Kemampuan pada tingkat artikulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan yang komplek dan
tepat sehingga hasil kerjanya merupakan sesuatu yang utuh. Sebagai contoh,
peserta
didik dapat
mengejar bola kemudian memukulnya dengan cermat sehingga arah bola sesuai
dengan target yang diinginkan. Dalam hal ini, peserta didik sudah dapat
melakukan tiga kegiatan yang tepat, yaitu lari dengan arah dan kecepatan tepat
serta memukul bola dengan arah yang tepat pula.
5.
Kemampuan pada tingkat naturalisasi adalah kemampuan melakukan kegiatan secara reflek, yakni
kegiatan yang melibatkan fisik saja sehingga efektivitas kerja tinggi. Sebagai
contoh tanpa berpikir panjang peserta didik dapat mengejar bola kemudian
memukulnya dengan cermat sehingga arah bola sesuai dengan target yang
diinginkan.
C.
PRINSIP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Ada banyak sekali teori dan prinsip belajar yang
dikemukakan oleh para ahli yang satu dengan yang lain memiliki persamaan
dan juga perbedaan. Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat prinsip
yang relatif berlaku umum yang dapat kita pakai sebagai dasar dalam upaya
pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya maupun
bagi guru dalam upaya meningkatkan cara mengajarnya. Adapun prinsip-prinsip
Belajar dan Pembelajaran yaitu :
1. Perhatian dan
Motivasi
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan
belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya
perhatian tak mungkin terjadi belajar (Gage dan Barliner, 1984 : 335).
Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran
sesuai dengan kebutuhannya.
Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting
dalam kegiatan belajar mengajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan
mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan
kemudi pada mobil (Gage dan Barliner, 1984 : 372).
“Motivation is the concept we use when describe the force
action on or within organism to initiate and direct behavior””. Demikian
menurut H.L Petri (Petri, Herbert L, 1983:3). Motivasi dapat merupakan tujuan
dan alat dalam pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi merupakan salah satu
tujuan dalam mengajar. Guru berharap bahwa siswa tertarik dalam kegiatan
intelektual dan estetik sampai kegiatan belajar berakhir. Sebagai alat,
motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan hasil
belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam
bidang pengetahuan, nilai-nilai dan keterampian.
Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari
dirinya sendiri, dapat juga bersifat eksternal yakni datang dari orang lain,
dari guru, orang tua, teman dan sebaginya. Motivasi juga dibedakan atas motif
intrinsik dan motif ekstrinsik. Motif intrinsik adalah tenaga pendorong
yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai contoh, seorang siswa yang
dengan sungguh-sungguh mempelajari mata pelajaran di sekolah karena ingin
memiliki pengetahuan yang dipelajarinya. Sedangkan Motif ekstrinsik
adalah tenaga pendorong yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi
penyertanya, sebagai contoh, siswa belajar dengan sungguh-sungguh bukan
disebabkan ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya tetapi didorong oleh
keinginan naik kelas atau mendapatkan ijazah. Naik kelas dan mendapatkan ijazah
adalah penyerta dari keberhasilan belajar.
2. Keaktifan
Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa
yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak sekedar
menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. Menurut teori ini anak
memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu
untuk mencari, menemukan, dan menggunakan pengetahuan yang diperolehnya. Dalam
proses belajar mengajar anak mampu mengidentifikasi, merumuskan masalah,
mencari dan menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan dan menarik kesimpulan.
Thorndike mengemukakan keaktifan siswa dalam belajar
dengan hukum “Law of exercise”-nya yang menyatakan bahwa belajar
memerlukan adanya latihan-latihan. Dalam setiap proses belajar, siswa selalu
menampakkan keaktifan. Keaktifan itu beraneka ragam, mulai dari kegiatan fisik
yang mudah kita amati sampai pada kegiatan psikis yang susah untuk kita amati.
Kegiatan fisik dapat berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih
keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Contoh kegiatan psikis misalnya
menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan maslaah yang
dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil
percobaan, dan kegiatan psikis yang lain.
3. Keterlibatan
Langsung / Berpengalaman
Dalam Belajar yang menggunakan pengalaman langsung, siswa
tidak sekedar mengamati secara langsung tetapi ia juga harus menghayati,
terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya.
Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar
dikemukakan oleh Jhon Dewey dengan “Learning by doing”. Belajar
sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung. Belajar harus dilakukan oleh
siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok, dengan cara memecahkan
masalah (problem solving). Guru kapasitasnya hanya bertindak sebagai pembimbing
dan fasilitator.
Keterlibatan siswa di dalam belajar jangan diartikan
sebagai keterlibatan fisik semata, namun lebih dari itu terutama adalah
keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam
pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi
nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan juga pada saat mengadakan
latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan.
4. Pengulangan
Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan
barang kali yang paling tua adalah yang dikemukakan oleh teori Psikologi
Daya. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada
manusia yang terdiri atas daya pengamat, menanggap, mengingat, menghayal,
merasakan, berfikir dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka
daya-daya tersebut akan berkembang. Seperti halnya pisau yang selalu diasah
akan menjadi tajam, maka daya-daya yang dilatih dengan mengadakan
pengulangan-pengulangan akan menjadi sempurna.
5. Tantangan
Dari teori Medan yang dikemukakan oleh Kurt Lwewin, bahwa
siswa dalam situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis.
Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi
selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif
untuk mengatasi hambatan tersebut dengan mempelajari bahan belajar
tersebut.apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah
tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan yang baru pula,
demikian seterusnya.
Agar anak timbul motif yang kuat untuk mengatasi hambatan
dengan baik, maka bahan belajar haruslah menantang. Tantangan yang dihadapi
oleh siswa dalam bahan belajar membuat siswa bergairah untuk mengatasinya.
Bahan belajar yang baru, yang banyak mengandung maslaah yang perlu dipecahkan
membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya. Pelajaran yang memberikan
kesempatan pada siswa untuk menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan
generalisasi akan menyebabkan siswa berusaha mencari dan menemukan konsep-konsep
dan generalisasi tersebut.
Penggunaan metode eksperimen, inquiry, discovery juga
memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat dan
sungguh-sungguh. Penguatan positif maupun negatif juga akan menantang siswa dan
menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar dari hukum yang
tidak menyenangkan.
6. Umpan Balik dan
Penguatan
Prinsip belajar yang berkaitan dengan umpan bailk dan
penguatan terutama ditekankan oleh teori belajar Operant Conditionong
dari B.F. Skinner. Kalau pada teori Conditionong yang diberikan kondisi adalah
stimulusnya, maka pada Operant Conditioning yang diperkuat adalah responsnya.
Siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil
yang baik. Hasil, apalagi hasil yang baik, akan merupakan umpan balik
yang menyenangkan dan berpengaruh baik untuk usaha belajar selanjutnya.
Namun dorongan belajar itu menurut B.F. Skinner tidak saja oleh penguatan yang
menyenangkan tetapi juga yang tidak menyenangkan. Atau dengan kata lain penguatan
positif ataupun negatif dapat memperkuat belajar (Gage dan Barliner,
1984:272).Sebagai contoh siswa yang belajar dengan sungguh-sungguh dan
mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan, maka nilai yang baik akan mendorong
anak untuk belajar lebih giat lagi. Sebaliknya, anak yang mendapatkan nilai
yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas. Karena takut
tidak naik kelas, maka anak tersebut terdorong untuk belajar lebih giat lagi.
Dalam hal ini nilai buruk dan rasa takut akan mendorong anak tersebut untuk
belajar lebih giat. Inilah yang disebut dengan penguatan negatif dan di sini
siswa mencoba untuk menghindar dari peristiwa yang tidak menyenangkan. Format
sajian dapat berupa tagnya jawab, diskusi, eksperimen, metode penemuan, dan sebagainya
merupakan cara belajar terjadinya umpan balik dan penguatan.
7. Perbedaan
Individual
Siswa merupakan individual yang unik artinya tidak ada
dua orang yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang
lainnya. Perbedaan itu terdapat pada karakteristik psikis, kepribadian, dan
sifat-sifatnya.
Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil
belajar siswa. Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam
upaya pembelajaran. Sistem pendidikan klasikal yang dilakukan di sekolah kita
kurang memperhatikan masalah perbedaan individu. Umumnya proses pembelajaran di
kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan yang rata-rata,
kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya.
Pembelajaran yang klasikal yang mengabaikan perbedaan
individu dapat diperbaiki dengan berbagai cara. Antara lain dengan penggunaan
metode atau strategi belajar mengajar yang bervariasi sehingga perbedaan
kemampuan siswa dapat terlayani. Juga penggunaan media instruksional akan
membantu melayani perbedaan-perbedaan siswa dalam cara belajar. Usaha lain
untuk memperbaiki pembelajaran klasikal adalah dengan memberikan tambahan
pelajaran atau pengayaan pelajaran bagi siswa yang pandai, dan memberikan
bimbingan belajar bagi anak-anak yang kurang. Disamping itu dalam memberikan
tugas-tugas hendaknya disesuaikan dengan minat dan kemampuan siswa, sehingga
bagi siswa yang pandai, sedang, maupun kurang akan merasakan berhasil dalam di
dalam pembelajaran.
A. KESIMPULAN
Dari pemaparan
diatas, kami dapat menarik kesimpulan antara lain :
1.
Bahwa Belajar
Merupakan Tindakan dan Perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan, maka
belajar hanya dialami oleh siswa sendiri.
2.
Salah satu tugas
guru adalah mengajar. Dalam kegiatan mengajar ini tentu tidak boleh
sembarangan.
3.
Proses Mengajar
harus dijalankan sesuai dengan prinsip yang ada sehingga dapat menciptakan
suasana kelas yang diinginkan bersama
B.
SARAN
Dalam
melaksanakan Proses Belajar dan Mengajar di kelas, sebaiknya sebagai calon
pendidik, kita harus bisa menjelaskan prinsip belajar, menerapkannya dalam
upaya meningkatkan kualitas kita sebagai calon pendidik dan juga menciptakan
suasana yang akan menjadikan siswa lebih nyaman dalam menerima bahan ajar yang
akan kita berikan nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
Dimyanti, Dr
dan Mudjiono, Drs . Belajar dan Pembelajaran. 2002 Rineka Cipta &
Departemen Pendidikan & Kebudayaan.
Syaifuddin
Iskandar, DR, M.Pd, Materi Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran. 2008
Universitas Samawa