Minggu, 06 Mei 2012

DASAR / LANDASAN KURIKULUM


 Landasan Hukum dari Perencanaan Dan Pengembangan Kurikulum 
        
   1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional: Ketentuan dalam UU 20/2003 yang mengatur KTSP, adalah
Pasal 1 ayat (19)
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4);
(1)  Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.
(2) Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan  menengah kejuruan.
(3) Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 35 ayat (2);
Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.

Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4);
(1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
(3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global; dan
j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
(4) Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 37 ayat (1), (2), (3);
(1) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:
a. pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan;
c. bahasa;
d. matematika;
e. ilmu pengetahuan alam;
f. ilmu pengetahuan sosial;
g. seni dan budaya;
h. pendidikan jasmani dan olahraga;
i. keterampilan/kejuruan; dan
j. muatan lokal.
(2) Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:
a. pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan; dan
c. bahasa.
(3) Ketentuan mengenai kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

2.    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar  Nasional Pendidikan
Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang terdiri dari :
1.  Standar Isi
2.  Standar Proses
3.  Standar Kompetensi Lulusan
4.  Standar Tenaga Kependidikan
5.  Standar Sarana Dan Prasarana
6.  Standar Pengelolaan
7.  Standar Pembiayaan
8.  Standar Penilaian Pendidikan.
3.    Standar Isi :Standar Isi  mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Termasuk dalam Standar Isi adalah : kerangka dasar dan struktur kurikulum, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) setiap mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang pendidikan dasar dan menengah. Standar Isi ditetapkan dengan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006.
4.    Standar Kompetensi Lulusan: Standar Kompetensi Lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.Standar Kompetensi Lulusan ditetapkan dengan Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006.
5.    Standar Proses: Standar Proses adalah standar nasional pendidikan berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Standar Proses ditetapkan dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007.
Standar Penilaian: Standar penilaian pendidikan adalah satndar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme,prosedur, dan instrumken penilaian hasil belajar peserta didik. Standar Penilaian Pendidikan  ditetapkan dengan Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007.

Selasa, 01 Mei 2012

RANAH BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN




A.   LATAR BELAKANG
Ada berbagai rumusan yang dikemukakan orang dalam upaya menjawab pertanyaan dengan melihat pendidikan dari salah satu aspek kehidupan tertentu atau kacamata disiplin keilmuan tertentu. Misalnya pandangan sosiologik melihat pendidikan dari aspek sosial antara lain mengartikan bahwa “Pendidikan adalah sebagai usaha mentransformasikan pengetahuan dari generasi ke generasi” (Ishak, 2005:27). Pandangan lain di lihat dari aspek budaya menyebutkan bahwa pedidikan itu adalah sebagai usaha pemindahan pengetahuan dan nilai – nilai kepada generasi berikutnya. Sedangkan pandangan Psikologik melihat pendidikan dari aspek tingkah laku individu, antara lain mengartikan pendidikan sebagai perkembangan kapasitas individu secara optimal. Pandangan dari sudut ekonomi antara lain melihat bahwa pendidikan itu adalah sebagai usaha penanaman modal insan (Human Investmen), dan yang terakhir dilihat dari sudut pandang politik antara lain melihatnya sebagai pembinaan usaha kader bangsa.
Dari uraian diatas kita dapat menarik benang merahnya bahwa pendidikan itu adalah suatu kebutuhan yang akan menjamin kelangsungan hidup bagi setiap manusia. Hal ini telah terbukti dengan adanya proses dari pendidikan itu sendiri dimana pada masa sekarang ini, seseorang yang berpendidikan akan memegang peranan penting dalam setiap aspek kehidupan dalam masyarakat.
Nah, untuk mendukung hal tersebut tentunya diperlukan metode-metode ataupun cara-cara yang akan membuat peserta didik mampu menyerap dan memahami materi apa yang akan kita sampaikan yang nantinya kapasitas kita tentu saja akan menjadi seorang pendidik. Selain dengan metode atau cara-cara yang efektif kita juga harus mampu memahami peserta didik secara personal maupun secara kelompok.
Dalam makalah yang akan kami paparkan kali ini yaitu menganai Prinsip Belajar dan Pembelajaran yang nantinya akan membantu seorang pendidik untuk lebih memahami dan lebih mengenal peserta didiknya. 
B.    RUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan apa yang kita sampaikan sebelumnya bahwa makalah ini akan membahas tentang Prinsip Belajar dan Pembelajaran, maka yang akan menjadi rumusan masalahnya kali ini yaitu :
1.       Apa Pengertian Belajar dan Pembelajaran ?
2.  Apa saja macam-macam Ranah Belajar dalam Pembelajaran
3.     Apa saja yang menjadi Prinsip Belajar dan Pembelajaran yang akan memotivasi siswa dalam Proses Belajar di Kelas ?

C.   TUJUAN
Adapun tujuan yang ingin di capai dalam makalah ini adalah agar para pendidik mampu dan mengerti akan tugasnya sebagai seorang pendidik yang baik dalam menyampaikan materi-materi ataupun bahan-bahan yang akan di transformasikan kepada siswanya dengan memperhatikan beberapa prinsip yang akan membantu dalam proses belajar mengajar dan bagaimana cara menciptakan suasana kelas yang sesungguhnya dan yang di inginkan oleh siswa agar dalam prosesnya dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan target yang akan dicapai.


 A.   PENGERTIAN BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Belajar Merupakan Tindakan dan Perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadi atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi karena siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa adalah keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia atau hal-hal yang akan dijadikan bahan belajar.
 Belajar adalah proses mencari, memahami, menganalisis suatu keadaan sehingga terjadi perubahan perilaku, dan perubahan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai hasil belajar jika disebabkan oleh karena pertumbuhan atau keadaan sementara. (Syaifuddin Iskandar : 2008 : 1)
 Sedangkan  pembelajaran/ instruksional adalah usaha mengorganisasikan lingkungan belajar sehingga memungkinkan siswa melakukan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan menggunakan berbagai media dan sumber belajar tertentu yang akan mendukung pembelajaran itu nantinya.

B. MACAM-MACAM RANAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
   1. Ranah Belajar Kognitif                                                            
            Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif.  Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:

  • Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan adalah merupakan proses berfikir yang paling rendah.
Contoh kegiatan belajar:
1. Mengemukakan arti
2. Menentukan lokasi
3. Mendriskripsikan sesuatu
4. Menceritakan apa yang terjadi
5. Menguraikan apa yang terjadi
  • Pemahaman (comprehension)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi.  Seseorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.
Contoh kegiatan belajar:           
1. Mengungkapakan gagasan dan pendapat dengan kata-kata sendiri   
2. Membedakan atau membandingkan
3. Mengintepretasi data
4. Mendriskripsikan dengan kata-kata sendiri
5. Menjelaskan gagasan pokok
6. Menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri
  • Penerapan (application)
Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman.
Contoh kegiatan:
1. Menghitung kebutuhan
2. Melakukan percobaan
3. Membuat peta
4. Membuat model
5. Merancang strategi
  • Analisis (analysis)
Adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi.
Contoh kegiatan belajar:                                      
1. Mengidentifikasi faktor penyebab
2. Merumuskan masalah
3. Mengajukan pertanyaan untuk mencari informasi
4. Membuat grafik
  • Sintesis (syntesis)
Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sisntesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau berbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang analisis.
Contoh kegiatan belajar:
1. Membuat desain
2. Menemukan solusi masalah
3. Menciptakan produksi baru,dst.
  • Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi Bloom. Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.
Contoh kegiatan belajar:
1. Mempertahankan pendapat
2. Membahas suatu kasus
3. Memilih solusi yang lebih baik
4. Menulis laporan,dst.

2. RANAH BELAJAR AFEKTIF
            Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap mata pelajaran pendidikan, kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran disekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran yang di terimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru dan sebagainya.
Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: (1) receiving (2) responding (3) valuing (4) organization (5) characterization by evalue or calue complex
1. Receiving atau attending (= menerima atua memperhatikan), adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attenting juga sering di beri pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang di ajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri kedalam nilai itu atau meng-identifikasikan diri dengan nilai itu.
Contah hasil belajar afektif jenjang receiving , misalnya: peserta didik bahwa disiplin wajib di tegakkan, sifat malas dan tidak di siplin harus disingkirkan jauh-jauh, sering mendengarkan music, senang membaca puisi, senang mengerjakan soal matematik, ingin menonton sesuatu, senang menyanyikan lagu
2. Responding (= menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang receiving.
Contoh hasil belajar ranah afektif responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh, mengerjakan tugas, mengungkapkan perasaan, menanggapi pendapat, meminta maaf atas kesalahan, mendamaikan orang yang bertengkar, menunjukkan empati, menulis puisi, melakukan renungan, melakukan introspeksi.
3. Valuing (menilai=menghargai). Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena,  yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai di camkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah stabil dalam peserta didik.
Contoh hasil belajar efektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemampuan yang kuat pada diri peseta didik untuk berlaku disiplin, baik disekolah, dirumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
4. Organization (=mengatur atau mengorganisasikan), artinya memper-temukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai  lain., pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya.
Contoh nilai efektif jenjang organization adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional, rajin, tepat waktu, berdisiplin diri  mandiri dalam bekerja secara independen, objektif dalam memecahkan masalah, mempertahankan pola hidup sehat, mendiskusikan cara-cara menyelesaikan konflik antar- teman.
5. Characterization by evalue or calue complex (=karakterisasi dengan  suatu nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki phyloshopphy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga membentuk karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan.

3. RANAH BELAJAR PSIKOMOTOR
Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Dave (1967) dalam penjelasannya mengatakan bahwa hasil belajar psikomotor dapat dibedakan menjadi lima tahap, yaitu: imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi.
1.    Imitasi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan sederhana dan sama persis dengan yang dilihat atau diperhatikan sebelumnya. Contohnya, seorang peserta didik dapat memukul bola dengan tepat karena pernah melihat atau memperhatikan hal yang sama sebelumnya.
2.    Manipulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah dilihat tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja. Sebagai contoh, seorang peserta didik dapat memukul bola dengan tepat hanya berdasarkan pada petunjuk guru atau teori yang dibacanya.
3.    Kemampuan tingkat presisi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan yang akurat sehingga mampu menghasilkan produk kerja yang tepat. Contoh, peserta didik dapat mengarahkan bola yang dipukulnya sesuai dengan target yang diinginkan.
4.    Kemampuan pada tingkat artikulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan yang komplek dan tepat sehingga hasil kerjanya merupakan sesuatu yang utuh. Sebagai contoh, peserta
  didik dapat mengejar bola kemudian memukulnya dengan cermat sehingga arah bola sesuai dengan target yang diinginkan. Dalam hal ini, peserta didik sudah dapat melakukan tiga kegiatan yang tepat, yaitu lari dengan arah dan kecepatan tepat serta memukul bola dengan arah yang tepat pula.
5.    Kemampuan pada tingkat naturalisasi adalah kemampuan melakukan kegiatan secara reflek, yakni kegiatan yang melibatkan fisik saja sehingga efektivitas kerja tinggi. Sebagai contoh tanpa berpikir panjang peserta didik dapat mengejar bola kemudian memukulnya dengan cermat sehingga arah bola sesuai dengan target yang diinginkan.
                                                                                                                              
C.    PRINSIP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN                                                                   
Ada banyak sekali teori dan prinsip belajar yang dikemukakan oleh para ahli yang satu dengan yang  lain memiliki persamaan dan juga perbedaan. Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat prinsip yang relatif berlaku umum yang dapat kita pakai sebagai dasar dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya maupun bagi guru dalam upaya meningkatkan cara mengajarnya. Adapun prinsip-prinsip Belajar dan Pembelajaran yaitu :

1.      Perhatian dan Motivasi
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar (Gage dan Barliner, 1984 : 335). Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya.
Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar mengajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil (Gage dan Barliner, 1984 : 372).
“Motivation is the concept we use when describe the force action on or within organism to initiate and direct behavior””. Demikian menurut H.L Petri (Petri, Herbert L, 1983:3). Motivasi dapat merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi merupakan salah satu tujuan dalam mengajar. Guru berharap bahwa siswa tertarik dalam kegiatan intelektual dan estetik sampai kegiatan belajar berakhir. Sebagai alat, motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam bidang pengetahuan, nilai-nilai dan keterampian.
Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri, dapat juga bersifat eksternal yakni datang dari orang lain, dari guru, orang tua, teman dan sebaginya. Motivasi juga dibedakan atas motif intrinsik dan motif ekstrinsik. Motif intrinsik adalah tenaga pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai contoh, seorang siswa yang dengan sungguh-sungguh mempelajari mata pelajaran di sekolah karena ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya. Sedangkan Motif ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi penyertanya, sebagai contoh, siswa belajar dengan sungguh-sungguh bukan disebabkan ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya tetapi didorong oleh keinginan naik kelas atau mendapatkan ijazah. Naik kelas dan mendapatkan ijazah adalah penyerta dari keberhasilan belajar.
 2.    Keaktifan
Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak sekedar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu untuk mencari, menemukan, dan menggunakan pengetahuan yang diperolehnya. Dalam proses belajar mengajar anak mampu mengidentifikasi, merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan dan menarik kesimpulan.
Thorndike mengemukakan keaktifan siswa dalam belajar dengan hukum “Law of exercise”-nya yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Dalam setiap proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu beraneka ragam, mulai dari kegiatan fisik yang mudah kita amati sampai pada kegiatan psikis yang susah untuk kita amati. Kegiatan fisik dapat berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Contoh kegiatan psikis misalnya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan maslaah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan, dan kegiatan psikis yang lain.
3.    Keterlibatan Langsung / Berpengalaman
Dalam Belajar yang menggunakan pengalaman langsung, siswa tidak sekedar mengamati secara langsung tetapi ia juga harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya.
Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh Jhon Dewey dengan “Learning by doing”. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung. Belajar harus dilakukan oleh siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok, dengan cara memecahkan masalah (problem solving). Guru kapasitasnya hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator.
Keterlibatan siswa di dalam belajar jangan diartikan sebagai keterlibatan fisik semata, namun lebih dari itu terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan.
 4.    Pengulangan
Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan barang kali yang paling tua adalah yang dikemukakan oleh teori Psikologi Daya. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya pengamat, menanggap, mengingat, menghayal, merasakan, berfikir dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang. Seperti halnya pisau yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya-daya yang dilatih dengan mengadakan pengulangan-pengulangan akan menjadi sempurna.
 5.    Tantangan
Dari teori Medan yang dikemukakan oleh Kurt Lwewin, bahwa siswa dalam situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan tersebut dengan mempelajari bahan belajar tersebut.apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan yang baru pula, demikian seterusnya.
Agar anak timbul motif yang kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik, maka bahan belajar haruslah menantang. Tantangan yang dihadapi oleh siswa dalam bahan belajar membuat siswa bergairah untuk mengatasinya. Bahan belajar yang baru, yang banyak mengandung maslaah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya. Pelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi akan menyebabkan siswa berusaha mencari dan menemukan konsep-konsep dan generalisasi tersebut.
Penggunaan metode eksperimen, inquiry, discovery juga memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat dan sungguh-sungguh. Penguatan positif maupun negatif juga akan menantang siswa dan menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar dari hukum yang tidak menyenangkan.
 6.    Umpan Balik dan Penguatan
Prinsip belajar yang berkaitan dengan umpan bailk dan penguatan terutama ditekankan oleh teori belajar Operant Conditionong dari B.F. Skinner. Kalau pada teori Conditionong yang diberikan kondisi adalah stimulusnya, maka pada Operant Conditioning yang diperkuat adalah responsnya. Siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Hasil, apalagi hasil yang baik, akan merupakan umpan balik  yang menyenangkan dan berpengaruh baik untuk usaha belajar selanjutnya. Namun dorongan belajar itu menurut B.F. Skinner tidak saja oleh penguatan yang menyenangkan tetapi juga yang tidak menyenangkan. Atau dengan kata lain penguatan positif ataupun negatif dapat memperkuat belajar (Gage dan Barliner, 1984:272).Sebagai contoh siswa yang belajar dengan sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan, maka nilai yang baik akan mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Sebaliknya, anak yang mendapatkan nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas. Karena takut tidak naik kelas, maka anak tersebut terdorong untuk belajar lebih giat lagi. Dalam hal ini nilai buruk dan rasa takut akan mendorong anak tersebut untuk belajar lebih giat. Inilah yang disebut dengan penguatan negatif dan di sini siswa mencoba untuk menghindar dari peristiwa yang tidak menyenangkan. Format sajian dapat berupa tagnya jawab, diskusi, eksperimen, metode penemuan, dan sebagainya merupakan cara belajar terjadinya umpan balik dan penguatan.


7.    Perbedaan Individual
Siswa merupakan individual yang unik artinya tidak ada dua orang yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu terdapat pada karakteristik psikis, kepribadian, dan sifat-sifatnya.
Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran. Sistem pendidikan klasikal yang dilakukan di sekolah kita kurang memperhatikan masalah perbedaan individu. Umumnya proses pembelajaran di kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan yang rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya.
Pembelajaran yang klasikal yang mengabaikan perbedaan individu dapat diperbaiki dengan berbagai cara. Antara lain dengan penggunaan metode atau strategi belajar mengajar yang bervariasi sehingga perbedaan kemampuan siswa dapat terlayani. Juga penggunaan media instruksional akan membantu melayani perbedaan-perbedaan siswa dalam cara belajar. Usaha lain untuk memperbaiki pembelajaran klasikal adalah dengan memberikan tambahan pelajaran atau pengayaan pelajaran bagi siswa yang pandai, dan memberikan bimbingan belajar bagi anak-anak yang kurang. Disamping itu dalam memberikan tugas-tugas hendaknya disesuaikan dengan minat dan kemampuan siswa, sehingga bagi siswa yang pandai, sedang, maupun kurang akan merasakan berhasil dalam di dalam pembelajaran.



A.   KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas, kami dapat menarik kesimpulan antara lain :
1.           Bahwa Belajar Merupakan Tindakan dan Perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri.
2.          Salah satu tugas guru adalah mengajar. Dalam kegiatan mengajar ini tentu tidak boleh sembarangan.
3.          Proses Mengajar harus dijalankan sesuai dengan prinsip yang ada sehingga dapat menciptakan suasana kelas yang diinginkan bersama

B.    SARAN
Dalam melaksanakan Proses Belajar dan Mengajar di kelas, sebaiknya sebagai calon pendidik, kita harus bisa menjelaskan prinsip belajar, menerapkannya dalam upaya meningkatkan kualitas kita sebagai calon pendidik dan juga menciptakan suasana yang akan menjadikan siswa lebih nyaman dalam menerima bahan ajar yang akan kita berikan nantinya.

DAFTAR PUSTAKA

Dimyanti, Dr dan Mudjiono, Drs . Belajar dan Pembelajaran. 2002 Rineka Cipta & Departemen Pendidikan & Kebudayaan.
Syaifuddin Iskandar, DR, M.Pd,  Materi Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran. 2008 Universitas Samawa