A. Pengertian Model Pembelajaran Kognitif
Model belajar
kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model
perseptual. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang
ditentukan oleh persepsi serta pemahaman tentang situasi yang berhubungan
dengan tujuan belajarnya. Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian
dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut.
Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang
mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek
kejiwaan lainnya. Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan
stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah
dimiliki dan terbentuk di dalampikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan
pengalaman-pengalaman sebelumnya.
B.
Prinsip-prinsip belajar teori kognitif :
Adapun prinsip-prinsip dari
belajar kognitif yaitu:
1.
Gambaran perseptual
sesuai dengan masalah yang dipertunjukkan kepada siswa adalah kondisi belajar
yang penting. Suatu masalah belajar yang terstruktur dan disajikan upaya
gambaran-gambaran yang esensial adalah terbuka terhadap inspeksi siswa.
2.
Organisasi pengetahuan
harus merupakan sesuatu mendasar bagi guru atau perencana pendidikan.
Susunannya dari yang sederhana ke yang kompleks, dalam arti dari keseluruhan
yang sederhana ke keseluruhan yang lebih kompleks. Masalah bagian keseluruhan
adalah masalah organisasi dan tidak bertalian dengan teori pola kompleksitas.
Sesuai dengan pandangan mengenai pertumbuhan kognitif, maka organisasi
pengetahuan tergantung pada tingkat perkembangan siswa.
3.
Belajar dengan
pemahaman adalah lebih permanen dan lebih memungkinkan untuk ditransferkan,
dibandingkan dengan rte learning atau belajar dengan formula. Berbda dengan
teori stimulus respon, teori yang menitikberatkan pada pentingnya kebermaknaan
dalam belajar dan mengingat
4.
Umpan balik kognitif
mempertunjukkan pengetahuan yang benar dan tepat dan mengoreksi kesalahan
belajar. Siswa menerima atau menolak sesuatu berdasarkan konskuensi dari apa
yang telah diperbuatnya. Dalam hal ini kognitif setara dengan penguatan pada
S-R theory, tetapi teori kognitif cenderung menempatkan titik beratnya pada
pengujian hipotesis melalui umpan balik.
5.
Penetapan tujuan
penting sebagai motivasi belajar. Keberhasilan dan kegagalan menjadi hal yang
menentukan cara menetapkan tujuan untuk waktu yang akan datang.
6.
Berfikir defergen
menuju ke ditemukannya pemecahan masalah atau terciptanya produk yang bernilai
dan menyenangkan. Berbeda dengan berfikir konvergen yang menuju ke mendapatkan
jawaban-jawaban yang benar secara logika. Berfikir dengan menuntut dukungan
(umpan balik) bagi upaya tentatif seseorang yang orisinil agar supaya dia dapat
mengamati dirinya sebagai kreatif potensial.
C. Konsep Belajar Tuntas (Mastery
Learning)
Belajar tuntas (Mastery learning)
adalah proses belajar mengajar yang bertujuan agar bahan ajaran dikuasai secara
tuntas, artinya dikuasai sepenuhnya oleh siswa. Belajar tuntas ini merupakan
strategi pembelajaran yang di individualisasikan dengan menggunakan pendekatan
kelompok (group based approach)
Dengan system belajar tuntas
diharapkan program belajar mengajar dapat dilaksanakan sedemikian rupa agar
tujuan instruksional yang hendak dicapai dapat diperoleh secara optimal
sehingga proses belajar mengajar lebih efektif dan efisien. Secara operasional
perwujudannya adalah: Nilai rata-rata seluruh siswa dalam satuan kelas dapat
ditingkatkan dan jarak antara siswa yang cepat dan lambat belajar menjadi
semakin pendek.
1.
Dasar-dasar
Belajar Tuntas
Landasan konsep dan teori belajar
tuntas ( Mastery Learning Theory ) adalah pandangan tentang kemampuan
siswa yang dikemukakan oleh John B. Carroll pada tahun 1963 berdasarkan
penemuannya yaitu “Model of School Learning” yang kemudian dirubah oleh Benyamin
S. Bloom menjadi model belajar yang lebih operasional. Selanjutnya oleh James
H. Block model tersebut lebih disempurnakan lagi.
Sedangkan menurut Carroll bakat atau
pembawaan bukanlah kecerdasan alamiah, melainkan jumlah waktu yang diperlukan
oleh siswa untuk menguasai suatu materi pelajaran tertentu. Benyamin
melaksanakan konsep belajar tuntas itu ke dalam kelas melalui proses belajar
mengajar pelaksanaaannya sebagai berikut :
a.
Bagi satuan pelajaran disediakan
waktu belajar yang tetap dan pasti.
b.
Tingkat penguasaan materi dirumuskan
sebagai tingkat penguasaan tujuan pendidikan yang essensial.
Untuk lebih menggalakkan konsep
belajar tuntas James H. Block mencoba mengurangi waktu yang diperlukan
untuk mempelajari suatu materi pelajaran di dalam waktu yang tersedia, yaitu
dengan cara meningkatkan semaksimal mungkin kualitas pengajaran.
Jadi pelaksanaan oleh James H Block mengandung arti
bahwa :
a.
Waktu yang sebenarnya digunakan
diusakan diperpanjang semaksimal mungkin.
b.
Waktu ytang tersedia diperpendek
sampai semaksimal mungkin dengan cara memberikan pelayanan yang optimaldan
tepat.
2.
Strategi
Belajar Tuntas
Benyamin S.
Bloom (1968) di dalam kertas kerjanya “learning for
mastery theory and practice” mengembangkan atau mengoperasionalkan “model
of school learning” konsep John B Carroll (1963). Pengembangan itu berupa
penyusunan suatu strategi belajar tuntas dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar.
Pada pokoknya satrategis itu ialah
“jika kepada siswa diberikan waktu yang cukup (sufficient) dan mereka
diperlakukan secara tepat (appropriate treatment), maka mereka akan mampu dan
dapat belajar sesuai dengan tuntutan dan sasaran (obyektives) yang diharapkan”.
Selanjutnya menurut Bloom beberapa
implikasi belajar tuntas dapat disebutkan sebagai berikut :
a.
Dengan kondisi optimal, sebagian
besar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara tuntas (mastery learning).
b.
Tugas guru adalah mengusahakan
setiap kemungkinan untuk menciptakan kondisi yang optimal, meliputi waktu,
metode, media dan umpan yang baik bagi siswa.
c.
Yang dihadapi guru adalah
siswa-siswa yang mempunyai keanekaragaman individual. Karena itu kondisi
optimal mereka juga beraneka ragam.
d.
Perumusan tujuan instruksional
khusus sebagai satuan pelajaran mutlak diperhatikan, agar supaya para siswa
mengerti hakikat tujuan dan prosa dan belajar.
e.
Bahan pelajaran dijabarkan dalam
satuan-satuan pelajaran yang kecil-krcil dan selalu diadakan pengujian awal (pretest)
pada permulaan pelajaran dan penyajian akhir (posttest) pada akhir
satuan akhir pelajaran.
f.
Diusahakan membentuk
kelompok-kelompok yang kecil (4-6 orang) yang dapat berteman secara teratur
sehingga dapat saling membantu
g.
dalam memecahkan kesulitan-kesulitan
belajar siswa secara efektif dan efisien.
h.
Sistem evaluasi berdasarkan atas
tingkat penguasaan tujuan instruksional khusus bagi materi pelajaran yang
bersangkutan yaitu menggunakan “criteria referenced test” bukannya “norm
referenced test”.
3.
Ciri-ciri
belajar/mengajar dengan prinsip Belajar Tuntas
Pada dasarnya ada enam macam ciri
pokok pada belajar/mengajar dengan prinsip belajar tuntas, yaitu :
a.
Berdasarkan atas tujuan
instruksional yang hendak dicapai yang sudah ditentukan lebih dahulu
b.
Memperhatikan perbedaan individu
siswa (asal perbedaan) terutama dalam kemampuan dan kecepatan belajarnya
c.
Menggunakan prinsip belajar siswa
aktif
d.
Menggunakan satuan pelajaran yang
kecil
e.
Menggunakan system evaluasi yang
kontinyu dan berdasarkan atas kriteria, agar guru maupun siswa dapat segera
memperoleh balikan
f.
Menggunakan program pengayaan dan
program perbaikan.
4.
Variabel-variabel
Belajar Tuntas
a.
Bakat siswa (aptitude) : Hasil
penelitian menunjukan bahwa ada korelasi yang cukup tinggi antara bakat dengan
hasil pelajaran
b.
Ketekunan belajar (perseverance)
: Ketekunan erat kaitannya dengan dorongan yang timbul dalam diri siswa
untuk belajar dan mengolah informasi secara efektif dan efisien serta
pengembangan minat dan sikap yang diwujudkan dalam setiap langkah
instruksional.
c.
Kualitas pembelajaran (quality of
instruction) : Kualitas pembelajaran merupakan keadaan yang mendorong siswa
untuk aktif belkajar belajar dan mempertahankan kondisinya agar tetap dalam
keadaan siap menerima pelajaran.Kualitas pembelajaran ditentukan oleh kualitas
penyajian, penjelasan, dan pengaturan unsure-unsur tugas belajar
d.
Kesempatan waktu yang tersedia (time
allowed for learning) : Penyediaan waktu yang cukup untuk belajar dalam
rangka mencapai tujuan instruksional yang ditetapkan dalam suatu mata
pelajaran, bidang studi atu pokok bahasan yang berbeda-beda sesuai dengan bobot
bahan pelajaran dan tujuan yang ditetapkan.
D. Model Pembelajaran Siklus
Belajar (Learning Cycle)
Model pembelajaran siklus belajar
adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan
proses pembelajaran yang berpusat pada siswa. Model pembelajaran siklus belajar
merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi
sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus
dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Teori belajar yang
mendukung pembelajaran dengan model siklus belajar adalah teori belajar
konstruktivisme.
Teori konstruktivisme ini menyatakan
bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi komplek,
mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila
aturan-aturan itu tidak lagi sesuai bagi siswa. Hal ini agar siswa benar-benar
memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan
masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah
dengan ide-ide.
Siklus belajar pada mulanya terdiri
dari tiga fase yaitu exploration (menjelajahi), concept introduction
(pengenalan konsep), dan concept application (mengaplikasi
konsep). Model ini kemudian dikembangkan dan dirinci lagi menjadi lima fase
yang dikenal dengan sebutan model 5E yaitu engage (invitasi), exploration
(menjelajahi/menyelidiki), explanation (penjelasan), elaboration (pengembangan),
dan evaluation (evaluasi). Setiap fase memiliki fungsi khusus yang
dimaksudkan untuk menyumbang proses belajar dikaitkan dengan asumsi tentang
aktivitas mental dan fisik siswa serta strategi yang digunakan guru.
Dewasa ini perkembangan siklus
belajar model 5E menjadi “model 7E” yang menekankan transfer pembelajaran dari
pengetahuan awal. Kadang-kadang model pembelajaran harus dapat diubah untuk
mempertahankan nilai setelah informasi baru, wawasan baru dan pengetahuan baru
yang disusun. Dari siklus belajar model 5E, fase engage berkembang
menjadi dua yaitu angage dan elicit, demikian juga pada fase elaborate
dan evaluate berkembang menjadi tiga yaitu elaborate, evaluate
dan extend. Sehingga pada model 7E ini didapatkan elicit, engage,
explore, explain, elaborate, evaluate dan extend. Perubahan ini
tidak untuk mempersulit tetapi untuk memastikan bahwa guru tidak mengabaikan
fase penting dalam pembelajaran.
Fase-fase
siklus belajar 7E adalah sebagai berikut:
1. Fase elicit dimaksudkan untuk
mengidentifikasi pengetahuan awal siswa, memastikan apakah siswa sudah
mengetahui pelajaran yang akan dipelajari. Perluasan model 5E ini engage menjadi
engage dan elicit bukanlah untuk mengubah fase engage
menjadi elicit melainkan fase elicit bertujuan untuk melanjutkan,
merangsang dan membuat siswa tertarik pada pelajaran yang akan dipelajari.
2. Fase engage dimaksudkan untuk
menarik perhatian atau membangkitkan minat siswa dengan mengajukan pertanyaan,
bercerita, memberikan demonstrasi, atau dengan menunjukkan suatu objek, gambar
atau video.
3. Fase explore (menjelajahi)
pada siklus belajar memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengobervasi,
mengisolasi variable, merencanakan penyelidikan, menginterpretasikan hasil dan
mengembangkan hipotesa dan mengorganisir kesimpulan. Guru dapat mengarahkan dan
memberikan umpan balik dan menilai pemahaman yang mereka temukan benar, separuh
benar atau salah.
4. Fase explain, siswa
memberikan penjelasan tentang konsep, memperkenalkan konsep-konsep, istilah dan
meringkas hasil yang diperoleh pada fase explorasi.
5. Pada fase elaborate, siswa
diberikan kesempatan untuk mernerapkan pengetahuan yang baru mereka temukan.
Fase ini dapat membangkitkan pertanyaan baru untuk mengetahui penyelidikan
selanjutnya.
6. Selanjutnya fase evaluate,
merupakan siklus lanjutan untuk mengevaluasi pengetahuan siswa. Dengan
menggunakan penilaian formatif untuk melihat perkembangan siswa, perkembangan
yang diinginkan dalam pemahaman siswa tentang konsep-konsep, prinsip dan
kemampuan menerapkan konsep tersebut.
7. Fase terakhir yaitu fase extend
adalah fase dimana siswa didorong untuk menghubungkan konsep yang dipelajari
dengan kehidupan sehari-hari.
E. Teori Algo-Heuristic
Teori Algo-heuristic merupakan salah
satu bagian dari teori belajar Sibernetik. Teori belajar sibernetik merupakan
teori belajar yang berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu
informasi. Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Teori
ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar
daripada hasil belajar, namun dalam teori sibernetik, yang lebih penting adalah
sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa. Informasi inilah
yang akan menentukan proses. Bagaimana proses belajar akan berlangsung, sangat
ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari.
Asumsi lain dari teori sibernetik
adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi,
dan yang cocok untuk semua siswa sebab cara belajar sangat ditentukan oleh
sistem informasi. Sebuah informasi akan dipelajari seorang siswa dengan satu
macam proses belajar, dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari siswa
lain melalui proses belajar yang berbeda.
Salah satu penganut aliran
sibernetik adalah Landa. Ia membedakan ada dua macam proses berpikir, yaitu
proses berpikir algoritmik dan proses berpikir heuristic. Proses berpikir
algoritmik yaitu proses berpikir yang sistematis, tahap demi tahap, linier,
konvergen, lurus menuju satu target tujuan tertentu. Contoh proses algoritmis
adalah: kegiatan menelpon, menjalankan mesin mobil, dll. Sedangkan cara
berpikir heuristic adalah cara berpikir divergen, menuju ke beberapa target
tujuan sekaligus. Memahami suatu konsep yang mengandung arti ganda dan penafsiran
biasanya menuntut seseorang untuk menggunakan cara berpikir heuristic. Contoh
proses berpikir heuristic adalah: operasi pemilihan atribut geometri, penemuan
cara-cara pemecahan masalah, dll.
Proses belajar akan berjalan dengan
baik jika materi pelajaran yang hendak dipelajari atau masalah yang hendak
dipecahkan (dalam istilah teori sibernetik adalah sistem informasi yang hendak
dipelajari) diketahui ciri-cirinya. Materi pelajaran tertentu akan lebih tepat
disajikan dalam urutan yang teratur, linier, sekuensial, sedangkan materi
pelajaran lainnya akan lebih tepat bila disajikan dalam bentuk “terbuka” dan
memberi kebebasan kepada siswa untuk berimajinasi dan berpikir. Misalnya, agar
siswa mampu memahami suatu rumus matematika, akan lebih efektif jika presentasi
informasi tentang rumus tersebut disajikan secara algoritmik. Alasannya, karena
suatu rumus matematika biasanya mengikuti urutan tahap demi tahap yang sudah
teratur dan mengarah ke satu target tertentu. Namun untuk memahami makna suatu
konsep yang lebih luas dan banyak mengandung interpretasi, misalnya konsep
keadilan atau demokrasi, akan lebih baik jika proses berpikir siswa dibimbing
ke arah “menyebar” atau berpikir heuristic, dengan harapan pemahaman mereka
terhadap konsep itu tidak tunggal, monoton, dogmatik atau linier
F. Ranah Penilaian
Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang
mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut
aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif
berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal,
memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi.
Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir,
mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam
jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:
1.
Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
Adalah kemampuan seseorang untuk
mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama,
istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk
menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan adalah merupakan proses berfikir yang
paling rendah.
Salah satu contoh hasil belajar
kognitif pada jenjang pengetahuan adalah dapat menghafal surat al-‘Ashar,
menerjemahkan dan menuliskannya secara baik dan benar, sebagai salah satu
materi pelajaran kedisiplinan yang diberikan oleh guru Pendidikan Agama Islam
di sekolah.
2.
Pemahaman (comprehension)
Adalah kemampuan seseorang untuk
mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat.
Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat
melihatnya dari berbagai segi. Seseorang peserta didik dikatakan memahami
sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih
rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman
merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan
atau hafalan. Salah satu contoh hasil belajar ranah kognitif pada jenjang
pemahaman ini misalnya: Peserta didik atas pertanyaan Guru Pendidikan Agama
Islam dapat menguraikan tentang makna kedisiplinan yang terkandung dalam surat
al-‘Ashar secara lancar dan jelas.
3.
Penerapan (application)
Adalah kesanggupan seseorang untuk
menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode,
prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang
baru dan kongkret. Penerapan ini adalah merupakan proses berfikir setingkat lebih
tinggi ketimbang pemahaman.
Salah satu contoh hasil belajar
kognitif jenjang penerapan misalnya: Peserta didik mampu memikirkan tentang
penerapan konsep kedisiplinan yang diajarkan Islam dalam kehidupan sehari-hari
baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
4.
Analisis (analysis)
Adalah kemampuan seseorang untuk
merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang
lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau
faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya. Jenjang analisis adalah
setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi. Contoh: Peserta didik dapat
merenung dan memikirkan dengan baik tentang wujud nyata dari kedisiplinan
seorang siswa dirumah, disekolah, dan dalam kehidupan sehari-hari di
tengah-tengah masyarakat, sebagai bagian dari ajaran Islam.
5.
Sintesis (syntesis)
Adalah kemampuan berfikir yang
merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sisntesis merupakan suatu
proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga
menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau bebrbentuk pola baru.
Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang analisis.
Salah satu jasil belajar kognitif dari jenjang sintesis ini adalah: peserta
didik dapat menulis karangan tentang pentingnya kedisiplinan sebagiamana telah
diajarkan oleh islam.
6.
Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Adalah merupakan jenjang berpikir
paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi Bloom. Penilian/evaluasi
disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi,
nilai atau ide, misalkan jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka
ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan
atau kriteria yang ada.
Salah satu contoh hasil belajar
kognitif jenjang evaluasi adalah: peserta didik mampu menimbang-nimbang tentang
manfaat yang dapat dipetik oleh seseorang yang berlaku disiplin dan dapat
menunjukkan mudharat atau akibat-akibat negatif yang akan menimpa seseorang
yang bersifat malas atau tidak disiplin, sehingga pada akhirnya sampai pada
kesimpulan penilaian, bahwa kwdisiplinan merupakan perintah Allah SWT yang waji
dilaksanakan dalam sehari-hari.
Berikut
merupakan keterkaitan antara kegiatan pembelajaran dengan
domain tingkatan aspek kognitif:
No
|
Tingakatan
|
Deskripsi
|
1.
|
Pengetahuan
|
Arti:
Pengetahuan terhadap fakta, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar,
teori, prosedur,dll.
Contoh kegiatan belajar:
·
Mengemukakan arti
·
Menentukan lokasi
·
Mendriskripsikan sesuatu
·
Menceritakan apa yang terjadi
·
Menguraikan apa yang terjadi
|
2.
|
Pemahaman
|
Arti:pengertian terhadap hubungan
antar-faktor, antar konsep, dan antar data hubungan sebab akibat penarikan
kesimpulan
Contoh kegiatan belajar:
·
Mengungkapakan
gagasan dan pendapat dengan kata-kata sendiri
·
Membedakan atau
membandingkan
·
Mengintepretasi data
·
Mendriskripsikan
dengan kata-kata sendiri
·
Menjelaskan gagasan
pokok
·
Menceritakan kembali
dengan kata-kata sendiri
|
3.
|
Aplikasi
|
Arti:
Menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah atau menerapkan pengetahuan
dalam kehidupan sehari-hari
Contoh kegiatan:
·
Menghitung kebutuhan
·
Melakukan percobaan
·
Membuat peta
·
Membuat model
·
Merancang strategi
|
4.
|
Analisis
|
Artinya:
menentukan bagian-bagian dari suatu masalah, penyelesaian, atau gagasan dan
menunjukkan hubungan antar bagian tersebut
Contoh kegiatan belajar:
·
Mengidentifikasi faktor penyebab
·
Merumuskan masalah
·
Mengajukan pertanyaan untuk mencari informasi
·
Membuat grafik
·
Mengkaji ulang
|
5.
|
Sintesis
|
Artinya: menggabungkan berbagai
informasi menjadi satu kesimpulan/konsepatau meramu/merangkai
berbagai gagasan menjadi suatu hal yang baru
Contoh kegiatan belajar:
·
Membuat desain
·
Menemukan solusi
masalah
·
Menciptakan produksi
baru,dst.
|
6.
|
Evaluasi
|
Arti: mempertimbangkan dan
menilai benar-salah, baik-buruk, bermanfaat-tidak bermanfaat
Contoh kegiatan belajar:
·
Mempertahankan
pendapat
·
Membahas suatu kasus
·
Memilih solusi yang
lebih baik
·
Menulis laporan,dst.
|